Pada akhir Mei 2025, Bank Indonesia (BI) resmi mengumumkan selesainya tahap Uji Konsep (proof of concept) Rupiah Digital melalui Proyek Garuda BI. Sebagai bagian dari rangkaian persiapan menuju skema Central Bank Digital Currency (CBDC), uji konsep ini telah menguji berbagai aspek teknis, operasional, dan kebijakan dalam penggunaan Rupiah Digital—mata uang elektronik yang diterbitkan dan dijamin oleh Bank Indonesia. Melalui kolaborasi dengan sejumlah bank komersial, penyedia jasa teknologi finansial (fintech), serta mitra infrastruktur pembayaran, Proyek Garuda BI berhasil memvalidasi mekanisme emisi, distribusi, dan penebusan Rupiah Digital dalam skenario riil. Hasilnya menunjukkan bahwa Rupiah Digital mampu menjaga stabilitas nilai, memperlancar settlement transaksi mikro, dan meningkatkan inklusi keuangan, terutama di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Dengan selesainya uji konsep ini, BI selangkah lebih dekat menuju tahap pilot dan implementasi skala terbatas, yang ditargetkan berlangsung sebelum akhir 2025.
Latar Belakang dan Tujuan Proyek Garuda BI

Proyek Garuda BI diluncurkan pada pertengahan 2024 dalam rangka merespons perkembangan teknologi keuangan global dan kebutuhan domestik akan sistem pembayaran yang lebih efisien, andal, dan inklusif. Transformasi digital sektor perbankan dan munculnya inovasi fintech mendorong BI untuk mengeksplorasi potensi CBDC sebagai pelengkap uang tunai dan sistem kliring elektronik konvensional. Tujuan utama Proyek Garuda BI adalah menguji kesiapan teknologi, infrastruktur, dan regulasi untuk Rupiah Digital, agar dapat berfungsi sebagai alat pembayaran legal (legal tender) dengan tingkat keamanan tinggi dan kecepatan settlement mendekati real time. Lebih jauh, BI ingin memastikan bahwa Rupiah Digital dapat menampung transaksi dengan volume besar, mendukung transaksi offline saat jaringan terputus, dan terintegrasi dengan sistem interbank serta platform e-commerce. Dengan demikian, Proyek Garuda BI diharapkan menjadi fondasi kuat bagi inisiatif finansial digital Indonesia berikutnya.
Kerangka Teknis dan Arsitektur Sistem
Pada tahap uji konsep, BI membangun arsitektur teknis modular yang terdiri atas tiga lapisan utama: lapisan emisi dan penebusan, lapisan distribusi (wholesale dan retail), serta lapisan aplikasi pengguna akhir. Lapisan emisi dikelola langsung oleh BI menggunakan Distributed Ledger Technology (DLT) berbasis permissioned blockchain, di mana setiap node adalah entitas terverifikasi seperti bank sentral dan bank komersial mitra. Mekanisme smart contract digunakan untuk memproses perintah emisi dan penebusan Rupiah Digital sesuai permintaan sistem perbankan. Pada lapisan distribusi, Rupiah Digital didistribusikan melalui API gateway ke bank komersial dan penyedia e-wallet yang terdaftar, dengan skema omnichannel—baik online maupun offline (mode mesh network). Lapisan aplikasi mencakup merchant point-of-sale (POS), aplikasi e-commerce, dan API fintech untuk layanan pinjaman mikro. Analisis performa menunjukkan latency rata-rata 0,5 detik per transaksi dan throughput hingga 1.000 transaksi per detik dalam skenario beban puncak, memenuhi target BI untuk dukungan volume tinggi.
Skema Distribusi dan Peran Mitra Kelembagaan
BI menggandeng tiga bank komersial terpilih dan dua dompet digital dalam uji konsep ini. Bank-bank tersebut berfungsi sebagai Authorized Distributor yang menukarkan Rupiah konvensional nasabah dengan Rupiah Digital, serta sebaliknya. Setiap bank memiliki tanggung jawab untuk melakukan customer due diligence (KYC/AML) sesuai regulasi anti-pencucian uang. Di ranah ritel, aplikasi digital partners mengintegrasikan API BI untuk menampilkan saldo Rupiah Digital, riwayat transaksi, dan fitur peer-to-peer transfer. Selain itu, BI menjajaki kerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet untuk mendukung skema offline transaction via Wi-Fi Direct, NFC, dan QR code over SMS di wilayah tanpa internet. Dengan model multi-tier ini, Rupiah Digital dapat menjangkau pelanggan perbankan dan unbanked population secara bersamaan—mengurangi ketergantungan pada infrastruktur perbankan tradisional.
Keamanan, Privasi, dan Kepatuhan Regulasi
Aspek keamanan menjadi prioritas utama dalam Proyek Garuda BI. Teknologi DLT permissioned memastikan hanya entitas terotorisasi yang dapat memvalidasi dan menuliskan transaksi ke dalam ledger. Setiap transaksi Rupiah Digital dienkripsi end-to-end menggunakan standar kriptografi AES-256 serta digital signature berbasis ECDSA, menghindari manipulasi data dan double-spending. Privasi nasabah terjamin melalui implementasi mekanisme zero-knowledge proof (ZKP) yang memungkinkan BI memverifikasi total supply dan alur transaksi tanpa mengungkapkan identitas pengguna kepada pihak lain. Di sisi regulasi, uji konsep mematuhi UU Sistem Pembayaran, UU Perlindungan Data Pribadi, serta pedoman OJK mengenai fintech. BI juga menerapkan sandbox regulatory framework, di mana semua pelaku uji konsep diikat kontrak kepatuhan dan wajib melaporkan insiden keamanan dalam waktu 24 jam. Hasil audit keamanan eksternal menyatakan sistem memenuhi standar ISO/IEC 27001, meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan.
Hasil Uji Konsep: Evaluasi Kinerja dan Kepuasan Pengguna
Selama tiga bulan uji coba, lebih dari 5.000 nasabah dan 200 merchant di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali berpartisipasi. Hasil survei internal BI menunjukkan 92% pengguna merasakan kecepatan transaksi lebih baik dibandingkan sistem QRIS konvensional, dengan waktu settlement rata-rata 0,8 detik. Merchant melaporkan penurunan biaya merchant service fee hingga 30%, karena BI menanggung sebagian biaya transactional fee pada fase pilot. Selain itu, tingkat kegagalan transaksi (failed transaction rate) tercatat di bawah 0,1%, jauh di bawah ambang batas BI (0,5%). Dalam hal inklusi keuangan, 40% pengguna baru yang sebelumnya unbanked berhasil membuka wallet digital dan melakukan transaksi pertama mereka menggunakan Rupiah Digital. Tingkat retensi pengguna mencapai 75% setelah dua bulan, menandakan antusiasme dan kepercayaan terhadap mata uang digital yang dikeluarkan oleh bank sentral.
Tantangan dan Pembelajaran untuk Tahap Selanjutnya
Meskipun berhasil, Proyek Garuda BI menghadapi beberapa tantangan. Pertama, interoperabilitas dengan sistem pembayaran lintas negara belum teruji, sehingga perlu pengembangan cross-border payment rails untuk mendukung remittance. Kedua, distribusi offline di wilayah ekstrem masih memerlukan peningkatan—beberapa lokasi dengan jaringan terputus total tidak dapat memproses transaksi mesh network dengan stabil. Ketiga, edukasi dan literasi digital nasabah unbanked masih rendah, memerlukan program outreach lebih masif bersama pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat. Dari sisi teknologi, skalabilitas DLT perlu dioptimalkan untuk mendukung lebih dari 10.000 tps guna memasuki fase pilot skala nasional. BI mencatat perlunya peningkatan kapasitas node, optimasi consensus protocol, dan penyempurnaan UI/UX aplikasi wallet untuk pengguna non-teknis.
Rencana Pilot dan Implementasi Skala Terbatas
Menindaklanjuti uji konsep, BI merencanakan peluncuran pilot skala terbatas pada kuartal keempat 2025 yang mencakup lima kota besar dan sejumlah kabupaten percontohan. Pilot ini akan melibatkan 50.000 pengguna, 1.000 merchant, serta integrasi lintas sektor—termasuk transportasi publik, layanan kesehatan, dan pendidikan. BI akan menguji fitur programmable money (smart contracts) untuk subsidi langsung, cashback, serta multi-sign wallet untuk korporasi. Skema insentif juga disiapkan: gratis transactional fee untuk phase awal, cashback Rupiah Digital untuk merchant tertentu, serta reward token edukasi AI. Hasil pilot ini akan menjadi dasar keputusan BI mengenai roadmap adopsi nasional, termasuk revisi kebijakan operasional dan penyiapan infrastruktur nasional CBDC.
Implikasi Ekonomi dan Masa Depan Sistem Pembayaran

Jika berhasil diimplementasikan secara terbatas dan kemudian diperluas, Rupiah Digital dapat merevolusi ekosistem pembayaran Indonesia. Transactional cost akan turun drastis, settlement time mendekati real time, dan inklusi keuangan meningkat signifikan—mengakomodasi jutaan masyarakat non-banked. Selain itu, BI dapat memanfaatkan data transaksi anonimisasi untuk analisis ekonomi makro lebih cepat dan akurat. Ke depan, Rupiah Digital akan berperan sebagai landasan bagi inovasi keuangan lanjutan—seperti DeFi terpusat bank sentral (CeDeFi), programmable monetary policy, hingga digital fiat bond issuance. Integrasi dengan CBDC lain di APEC juga membuka peluang cross-border settlement instan, menurunkan biaya remittance diaspora. Dengan Proyek Garuda BI sebagai batu pijakan, Indonesia menempatkan diri di garis depan revolusi digital mata uang, memanfaatkan teknologi untuk memperkuat kedaulatan moneter dan inklusi ekonomi.